ebaik-baiknya.
Maka dengan begitu, engkau akan mencintainya tanpa engkau sadari bahwa engkau
telah mencintainya.
Duhai
jilbab yang masih terlipat,
jadilah perisai dan tabir untuk diriku,
Mengukir simbol kehormatan dan kesucianku,
Menjelmalah laksana rumah berjalan untukku,
Dan kusematkan setangkai cinta untukmu…
jadilah perisai dan tabir untuk diriku,
Mengukir simbol kehormatan dan kesucianku,
Menjelmalah laksana rumah berjalan untukku,
Dan kusematkan setangkai cinta untukmu…
Dalam Islam, wanita ditempatkan sebagai
makhluk yang sangat mulia. Dan Islam sangat menjaga kehormatan juga kesucian
seorang wanita. Namun, di belantara fitnah saat ini, wanita yang berkomitmen
untuk menjaga kesucian dirinya karena masih menjadi kaum minoritas, seringkali
mendapat cemoohan, sindiran, dan cibiran dari kaum mayoritas yang awam. Bahkan,
ada yang menyebut dirinya sebagai kaum feminis yang dengan tidak disadari oleh
akal sehatnya telah menjerumuskan kaum wanita kepada lembah kehinaan yang
bersampul keadilan. Wal’iyyadzubillah.
Mereka berteriak-teriak di jalanan, di
media-media massa dan elektronik mengenai kesetaraan gender, keadilan terhadap
hak asasi manusia, dan harkat serta martabat kaum wanita. Mereka menginginkan
para wanita mereka berpakaian seronok supaya diterima oleh masyarakat yang
rusak akalnya, mereka mencoba mengafiliasi budaya barat dengan budaya timur
agar mereka dinobatkan sebagai wanita modern, wanita masa kini, wanita
fashionable. Ketahuilah olehmu wahai saudariku, mereka inilah setan berwujud
manusia yang pernah disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya, artinya,
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap
Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin,
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu manusia…” (Qs. Al-An’aam: 112).
Allah Ta’ala memaksudkan perkataan yang indah
dalam ayat di atas adalah perkataan yang sebenarnya bathil, tetapi pemiliknya
menghiasi perkataan tersebut semampunya, kemudian melontarkannya kepada
pendengaran orang-orang yang tertipu, sehingga akhirnya mereka terpedaya.
(Terj. Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ hal. 225).
Wanita shalihah yang kecantikannya ibarat
mutiara yang terbenam dalam lumpur, masih menjadi kaum minor di kalangan
masyarakat yang sudah mulai terpengaruh dengan eksistensi kaum liberal,
permisif dan hedonis masa kini. Merekalah para wanita perindu Surga yang selalu
nyaman tinggal di istananya. Merekalah para bidadari yang bersembunyi di balik
tabir, kain longgar, dan lebarnya kerudung.
Ketika orang mendatanginya, ia begitu khawatir
jika keindahannya terlihat, dan dia tidak mungkin menjumpai tamunya dalam
busana ala kadarnya yang bisa menampakkan ’simpanan berharga’nya. Mereka masih
dan akan selalu menjadi misteri bagi para lelaki asing di luar sana. Tetapi
mereka berubah bagai bidadari jika bertemu dengan kekasih hati yang telah
menjadi suaminya.
Tahukah
engkau siapa kekasih hati sang bidadari..?
Hanyalah lelaki shalih yang berani mendamba dirinya dan hanya lelaki shalih yang memiliki nyali mempersuntingnya sekaligus meminangnya menjadi belahan hati.
Hanyalah lelaki shalih yang berani mendamba dirinya dan hanya lelaki shalih yang memiliki nyali mempersuntingnya sekaligus meminangnya menjadi belahan hati.
Sedangkan lelaki hidung belang, miskin agama,
dan kurang bermoral hanya akan mendekati ‘daging-daging’ yang dijual bebas di
pasaran. Para wanita yang menjajakan dirinya di pinggir-pinggir jalan, di
mal-mal, di tempat-tempat dugem, dan yang sejenisnya. Sekalipun mereka tidak
merasa atau tidak berniat ‘menjual diri’ mereka, akan tetapi pada hakikatnya jika
mereka mau menyadari, merekalah ‘mangsa’ empuk para serigala manusia yang
kelaparan. Maka saudariku, manakah yang lebih engkau sukai, si cantik yang
diobral murah? Ataukah si shalihah yang penuh rahasia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar